Turyapadatower merupakan analogi bentuk orti dan bale kulkul sebagai media komunikasi masyarakat bali secara tradisional dalam aktivitas adat, agama, tradisi, seni, dan budaya," papar Wayan Koster.
Inilahtradisi Mabuug-buugan yang bisa menjadi salah satu daya tarik wisatawan ke Bali. "Tradisi Mabuug-buugan diharapkan bisa memberikan pilihan bagi wisatawan untuk melihat atraksi. Jadi mereka ke sini bukan hanya untuk makan," kata Bendesa Adat Kedonganan I Wayan Merta. Baca juga: Nyepi 2019: Intip 5 Budaya Unik Lain di Bali
WISATABUDAYA DAN SEJARAH DI MUSEUM BALI Orti bali Seputaran Perwakilan Lebih Segar Dengan Ruang Tamu Baru Pin-Up Anti Korupsi . 2 Assalammualaikum Warahmatullahi Wabrakatuh. Nomor 11 Tahun 2017 tentang Manajemen Pega-wai Negeri Sipil. Jika dibaca secara lengkap, PP ini sebenarnya tidak secara khusus terkait dengan rasionalisasi PNS. Karena si-
Bicaratentang bahasa Bali, saya diberikan tugas oleh guru muatan lokal disekolah saya untuk mengerjakan sebuah pidato yang berbahasa bali dengan tema bebeas. BASA BALI PINAKA JALARAN NGALESTARIANG BUDAYA BALI. Om Swastyastu, orti bali miwah sane tiosan sane sampun sapatutnyane iraga aturang pangargan sane pinih becik ring jurusan
JAKARTASATU- Yayasan Kebudayaan Rancagé pimpinan sastrawan Indonesia Ajip Rosidi akan menyerahkan hadiah Sastera Rancage 2017. Acara tahunan ini adalah penghargaan yang diberikan kepada orang-orang yang dianggap telah berjasa bagi pengembangan bahasa dan sastra daerah. Penghargaan ini diberikan oleh Yayasan Kebudayaan Rancage, yang didirikan oleh budayawan Ajip Rosidi, Erry Riyana
IhpjaB. Hello Sobat Ilyas, kali ini kita akan membahas tentang Orti Bali, sebuah tradisi pertanian yang masih dijaga dan dilestarikan oleh masyarakat Bali. Orti adalah singkatan dari Organik dan Tradisional, yang mengacu pada cara budidaya pertanian yang ramah lingkungan dan mengikuti tradisi nenek moyang. Sejarah Orti Bali Orti Bali berasal dari kata “Titiang Bali Ngolah Tanah” yang artinya “Saya Orang Bali yang Bekerja di Lahan”. Tradisi ini sudah ada sejak zaman dahulu kala dan menjadi bagian dari kehidupan masyarakat Bali dalam memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Nenek moyang Bali telah mengembangkan cara budidaya pertanian yang ramah lingkungan dengan memanfaatkan sumber daya alam yang ada di sekitar mereka. Mereka menggunakan pupuk organik, mengolah tanah dengan baik, dan memperhatikan siklus alam dalam menentukan waktu penanaman dan panen. Cara Budidaya Orti Bali Orti Bali mengikuti konsep tri hita karana, yaitu keseimbangan antara manusia, alam, dan Tuhan. Dalam budidaya pertanian, tri hita karana diwujudkan dengan menggunakan pupuk organik seperti kompos, pupuk kandang, dan pupuk hijau, serta memperhatikan siklus alam seperti fase bulan dan musim. Selain itu, dalam Orti Bali juga diperhatikan keseimbangan ekosistem. Tanaman yang ditanam tidak hanya satu jenis, melainkan beberapa jenis tanaman yang saling menguntungkan. Ada tanaman utama yang berfungsi sebagai peneduh atau penahan erosi tanah, dan tanaman sampingan yang berfungsi sebagai sumber nutrisi bagi tanaman utama. Keuntungan Budidaya Orti Bali Orti Bali memiliki banyak keuntungan, baik dari segi kesehatan maupun lingkungan. Pertama, hasil panen dari Orti Bali lebih sehat dan aman dikonsumsi karena tidak mengandung bahan kimia berbahaya. Kedua, budidaya Orti Bali juga membantu menjaga kelestarian lingkungan karena menggunakan pupuk organik dan memperhatikan keseimbangan ekosistem. Selain itu, Orti Bali juga membantu masyarakat Bali untuk tetap menghargai dan melestarikan tradisi nenek moyang mereka. Orti Bali menjadi sarana untuk menyatukan masyarakat dalam kegiatan budidaya pertanian dan menjaga kearifan lokal Bali. Peluang Bisnis Orti Bali Orti Bali juga memiliki peluang bisnis yang menjanjikan. Produk-produk hasil pertanian seperti sayuran, buah-buahan, dan rempah-rempah dapat dijual secara langsung ke konsumen atau melalui pasar tradisional yang ada di Bali. Selain itu, Orti Bali juga dapat menjadi daya tarik wisata untuk para wisatawan yang ingin melihat secara langsung cara budidaya pertanian tradisional Bali. Kesimpulan Orti Bali merupakan tradisi pertanian yang mengikuti konsep ramah lingkungan dan menjaga kearifan lokal Bali. Selain memberikan keuntungan kesehatan dan lingkungan, Orti Bali juga memiliki peluang bisnis yang menjanjikan. Dengan melestarikan Orti Bali, masyarakat Bali dapat tetap menghargai dan menjaga tradisi nenek moyang mereka serta memperkenalkan budaya Bali kepada dunia. Sampai jumpa kembali di artikel menarik lainnya!
ArticlePDF Available Abstract and FiguresRagam hias pada Arsitektur Tradisional Bali terbagi menjadi dua, yaitu ornamen dan dekorasi. Ornamen adalah bagian dari ragam hias yang keberadaannya menempel pada bagian yang dihias dan cenderung permanen sifatnya. Contoh ornamen adalah Pepatran, Kekarangan, Lelengisan, dll. Ornamen atau ragam hias pada bangunan, dibuat dan ditempatkan bukan saja dengan keserasian, keindahan bentuk, halusnya ukiran tapi juga melihat norma, kepustakaan maupun mitologi yang diyakini kebenarannya. Ornamen dalam seni arsitektur tradisional Bali ada juga yang bermotif kedok wajah, dimana lazim dipahatkan pada material batu alam, bata merah atau kayu dan ditempatkan pada posisi tertentu. Taman Budaya Provinsi Bali sebagai salah satu pusat kesenian Provinsi Bali yang diharapkan dapat mengadopsi unsur positif seni budaya luar serta menangkal unsur negatifnya sehingga seni budaya Bali dapat tumbuh lestari sepanjang masa. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif, untuk mengungkapkan jenis ornamen tradisonal Bali yang digunakan pada interior Bangunan Ksirarnawa, sehingga dapat digunakan sebagai referensi lagi untuk peneliti lain terkait ragam hias. Pada interior bangunan Gedung Ksirarnawa ini terdapat dua jenis ornamen, satu adalah ornamen yang dibuat dengan nilai filosofis dari mitologi yang diyakini kebenararan dibaliknya, yaitu sesuai cerita pemutaran Gunung Mandhara dan ornamen yang dibentuk untuk memperindah interior bangunan dan berciri khas Tradisonal Bali. Gambar 2 Patra Wangga Sumber Suparta, 2010 Beberapa karakter dari pepatraan menurut Uthama Uthama, 2015 yaitu menjalar, realistis, bidang datar/plat, dua dimensi, ornamental/ non struktural, dan mudah dipahami. Pepatraan ini mudah dimengerti, dan berfungsi untuk memperindah serta memperkuat ciri khas bangunan. Ornamen dalam seni arsitektur tradisional Bali ada juga yang bermotif kedok wajah, dimana lazim dipahatkan pada material batu alam, bata merah atau kayu dan ditempatkan pada posisi tertentu Suryada, 2014, antara lain Karang bhoma, Karang Sae, Karang Bentolu, Karang Tapel, Karang manuk dan Karang Hasti.… Content may be subject to copyright. Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for freeContent may be subject to copyright. Utami, Swari, Ornamen Tradisional Bali pada Interior Bangunan Gedung Ksirarnawa Volume 4 - Nomor 2 – Juni 2021 167 Copyright © 2021, Utami, Swari This work is licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike International License - e-mail jurnal_zonasi ORNAMEN TRADISIONAL BALI PADA INTERIOR BANGUNAN GEDUNG KSIRARNAWA TAMAN BUDAYA BALI Ni Wayan Ardiarani Utami1 Ni Luh Gede Niti Swari2 1,2 Institut Desain dan Bisnis Bali, Denpasar, Indonesia Denpasar, Bali Email Nitiswari Abstract The variety of ornaments in Traditional Balinese Architecture is divided into two, namely ornaments and decorations. Ornaments are part of a variety of ornaments whose existence sticks to the decorated part and tends to be permanent in nature. Examples of ornaments are Pepatran, Kekarangan, Lelengisan, etc. Ornaments on buildings, made and placed not only with harmony, beauty of shapes, fine carving but also looking at norms, literature and mythology that are believed to be true. There are also patterned face masks in traditional Balinese architectural ornaments art, which are commonly embedded on natural stone, red brick or wood materials and placed in certain positions. Bali Province Cultural Park as one of the arts centers of Bali Province which is expected to adopt a positive element of outside cultural art as well as ward off negative elements so that Balinese cultural art can grow sustainably throughout the time. But until now there has been no research that has examined in depth the traditional Balinese ornaments in the Bali Province Cultural Park, especially in the interior ornaments. This study uses qualitative descriptive methods, to reveal the type of Balinese traditional ornaments used on the interior of Ksirarnawa Building, so that it can be used as a reference again to other researchers related to ornamental variety. In the interior of the Ksirarnawa building, it features more ornaments made with philosophical values from mythology that are believed to be true behind it, namely according to the story of Mount Mandhara and the ornaments that were formed to beautify the interior of the building and have traditional Balinese characteristics. Keywords interior design, traditional Balinese ornaments, Ksirarnawa Building Abstrak Ragam hias pada Arsitektur Tradisional Bali terbagi menjadi dua, yaitu ornamen dan dekorasi. Ornamen adalah bagian dari ragam hias yang keberadaannya menempel pada bagian yang dihias dan cenderung permanen sifatnya. Contoh ornamen adalah Pepatran, Kekarangan, Lelengisan, dll. Ornamen atau ragam hias pada bangunan, dibuat dan ditempatkan bukan saja dengan keserasian, keindahan bentuk, halusnya ukiran tapi juga melihat norma, kepustakaan maupun mitologi yang diyakini kebenarannya. Ornamen dalam seni arsitektur tradisional Bali ada juga yang bermotif kedok wajah, dimana secara lazim dipahat pada material batu alam, bata merah atau kayu dan diletakkan pada tempat-tempat tertentu. Taman Budaya Provinsi Bali sebagai salah satu pusat kesenian Provinsi Bali, diharapkan untuk dapat mengadopsi unsur positif seni budaya luar serta menangkal unsur negatifnya, sehingga seni budaya Bali dapat dilestarikan sepanjang masa. Sampai saat ini belum ada penelitian yang mengkaji secara mendalam mengenai ornamen-ornamen tradisional Bali yang ada di dalam Taman Budaya Provinsi Bali, khususnya pada ornament interiornya. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif, untuk mengungkapkan jenis ornamen tradisonal Bali yang digunakan pada interior Bangunan Ksirarnawa, sehingga dapat digunakan sebagai referensi lagi untuk peneliti lain terkait ragam hias. Pada interior bangunan Gedung Ksirarnawa ini lebih banyak menonjolkan ornamen yang dibuat dengan nilai filosofis dari mitologi yang diyakini kebenararan di baliknya, yaitu sesuai cerita pemutaran Gunung Mandhara dan ornamen yang dibentuk untuk menjadikan indah interior bangunan dan berciri khas Tradisonal Bali. Kata Kunci desain interior, ornamen tradisional Bali, Gedung Ksirarnawa. Article History First draft received 5 Januari 2021 Revised 21 April 2021 Accepted 5 Mei 2021 Final proof received Print 15 Juni 2021 Online 15 Juni 2021 Jurnal Arsitektur ZONASI is indexed and listed in several databases SINTA 4 Arjuna GARUDA Garda Rujukan Digital Google Scholar Dimensions oneSearch BASE Member Crossref RJI APTARI FJA Forum Jurna Arsitektur IAI AJPKM p-ISSN 2621-1610 e-ISSN 2620-9934 Utami, Swari, Ornamen Tradisional Bali pada Interior Bangunan Gedung Ksirarnawa Volume 4 - Nomor 2 – Juni 2021 168 jurnal arsitektur ZONASI Vol. 4 No. 2, Juni 2021 1. Pendahuluan Provinsi Bali merupakan salah satu daerah di Indonesia yang sarat akan kekayaan ragam hias pada arsitektur tradisionalnya. Ragam hias pada arsitektur tradisional Bali dibagi menjadi dua, yaitu ornamen dan dekorasi Gelebet, dkk, 1986. Ornamen adalah bagian dari ragam hias yang keberadaannya menempel pada bagian yang dihias dan cenderung permanen sifatnya, sedangkan dekorasi adalah bagian dari ragam hias yang letaknya bisa dibongkar pasang atau dipindah sesuai keperluan. Contoh ornamen adalah Pepatran, Kekarangan, Lelengisan, dll. Contoh dekorasi adalah patung, lukisan, arca, dll. Keberadaan ragam hias khususnya ornamen menjadi wajib dalam setiap bangunan yang dibangun di Bali, dengan adanya Perda No 5 Tentang 2005 tentang Arsitektur Tradisional Bali. Perda tersebut mengatur tentang persyaratan tampilan Arsitektur Tradisional Bali pada wujud bangunannya serta bertujuan untuk mewujudkan bangunan gedung dengan motif dan ciri khas Arsitektur Tradisional Bali secara umum maupun corak arsitektur setempat yang selaras dengan lingkungannya Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 5 Tahun 2005 Tentang Persyaratan Arsitektur Bangunan Gedung, 2005 Taman Budaya sebagai salah satu pusat kesenian Provinsi Bali diharapkan dapat mengambil unsur baik seni budaya dari luar serta menangkal unsur kurang baiknya sehingga seni budaya Bali dapat lestari sepanjang masa U. T. B. Bali, 2016. Taman Budaya ini memiliki lima kawasan suci, tiga gedung, lima panggung terbuka/kalangan, dan dua studio. Tiga Gedung yang ada di tempat ini yaitu Gedung Pameran Utama, Mahudara Mandara Giri Bhuvana dengan luas 800 m2; Gedung Krya Sembrani Occihcrawa seluas 300 m2; dan Gedung Ksirarnawa dengan luas m2. Salah satu bangunan yang menonjol pada Taman Budaya Provinsi Bali adalah Bangunan Gedung Ksirarnawa yang biasanya digunakan untuk pameran dan pertunjukan kesenian kolosal pada ruangan tertutup. Gedung ini terdiri atas dua lantai, dengan penggunaan lantai atas sebagai tempat pertunjukan, seminar, konferensi serta pertemuan lainnya dan lantai bawah untuk perkantoran, pameran seni lukis dan kelompok pengerajin. Pembahasan pada penelitian ini lebih menitikberatkan pada tampilan ornamen yang digunakan di dalam interior Bangunan Ksirarnawa. Adapun rumusan masalah utama pada penelitian ini adalah bagaimana tampilan ornamen interior pada bangunan Gedung Ksirarnawa Taman Budaya. Penelitian ini dimaksudkan untuk menambah literatur lainnya terkait keberadaan ornamen pada interior bangunan, karena penelitan yang sudah pernah ditulis lebih banyak membahas tentang ornamen pada eksterior bangunan, seperti Ornament Bermotif Kedok Wajah Suryada, 2014, Pemaknaan Ornamen Murdha Paramadhyaksa, 2009, Studi Multikultural pada Ornamen Bali Maharlika, 2018. Selain itu juga bertujuan untuk mengiventarisasi ornamen apa saja yang ada di Bangunan Gedung Ksirarnawa sebagai salah satu bangunan pusat kebudayaan Bali. 2. Tinjauan Pustaka Para ahli berpendapat Ornamen berasal dari bahasa Yunani dari kata “ornare” yang artinya menghias, hiasan atau perhiasan. Pengertian ornamen menurut Gustami Sunaryo, Aryo. 2009. Ornamen Nusantara. Semarang Dahara Press. - Penelusuran Google, yaitu komponen produk seni ditambahkan atau sengaja dibuat untuk tujuan sebagai hiasan. Menurut Triyanto Iswati, 2016, secara fisik seni ornamen memiliki fungsi menghiasi suatu benda atau barang sehingga menjadikan benda atau barang itu menjadi tampak bernilai indah, Utami, Swari, Ornamen Tradisional Bali pada Interior Bangunan Gedung Ksirarnawa Volume 4 - Nomor 2 – Juni 2021 169 Copyright © 2021, Utami, Swari This work is licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike International License berharga, dan bermakna. Secara garis besar dapat disimpulkan ornamen memberikan tujuan yang erat kaitannya dengan estetika dalam kehidupan manusia. Menurut Gelebet Gelebet, dkk, 1986332 ragam hias pada bagian bangunan atau peralatan dan perlengkapan bangunan dari jenis-jenis flora dinamakan sesuai jenis dan keadaannya. Dibagi menjadi tiga, yaitu Keketusan 1, Kekarangan 2, Pepatraan 3. Keketusan menggunakan sebagian terpenting dari tumbuh-tumbuhan yang dipolakan berulang dengan pengolahan untuk memperindah penonjolannya. Ada beberapa jenis keketusan, yaitu keketusan wangga 1 yang melukiskan bunga-bunga besar besar yang mekar dari jenis berdaun lebar dengan lengkung-lengkung keindahan umumnya ditatahkan pada bidang-bidang luas atau peperadaan lukisan cat perada warna emas pada lembar kain hiasan. Keketusan bunga tuwung2 merupakan hiasan berpola bunga terung dipolakan dalam bnetuk liku-liku segi banyak berulang atau bertumpuk menyerupai bentuk bunga terung. Keketusan bun-bunan3, hiasan berpola tumbuh-tumbuhan jalar atau jalar bersulur, memperilhatkan jajar-jajar jalaran dan sulur-sulur di sela-sela bunga-bunga dan dedaunan. Kekarangan menampilkan suatu bentuk hiasan dengan suatu karangan atau rancangan yang berusaha mendekati bentuk-bentuk flora yang ada dengan penekanan pada bagian keindahan. Ada beberapa jenis karang yaitu karang simbar1 yang merupakan suatu hiasan rancangan yang mendekati atau serupa dengan tumbuh-tumbuhan lekar dengan daun terurai ke bawah yang namanya simbar manjangan, biasanya dipakai untuk hiasan sudut bebaturan dibagian atas pada pasangan batu atau tatahan kertas pada bangunan bade wadah, bukur atau hiasan sementara lainnya. Karang bunga 2 adalah suatu hiasan rancangan yang berbentuk bunga dengan kelopak dan seberkas daun dan digunakan juga untuk hiasan sudut-sudut bebaturan atau hiasan penjolan bidang-bidang. Karang suring3 merupakan suatu hiasan yang menyerupai serumpun perdu dalam bentuk kubus yang difungsikan untuk sendi alas tiang tugeh singa bersayap atau garuda Gambar 1 Kekarangan Simbar Sumber Gelebet, 1986 Pepatraan merupakan gubahan keindahan hiasan dalam patern-patern yang disebut patra atau pepatraan. Pepatraan juga banyak mengambil bentuk flora sehingga dinamai dengan jenis flora yang diwujudkan. Diwujudkan dalam pola yang berulang dan dapat pula dalam pola berkembang. Masing-masing patra memiliki identitas yang kuat dari segi tampilan sehingga mudah untuk dikenali. Ada beberapa jenis patra, yaitu Patra Wangga 1 merupakan kembang mekar atau kuncup dengan daun-daun lebar divariasi lengkung-lengkung, batang-batang bersulur disela-sela bawah bunga dan daun-daun. Patra Sari 2 berbentuk menyerupai flora dari jenis berbatang jalar melingkar-lingkar yang berulang, dengan menonjolkan sari bunga. Daun-daun dan bunga-bunga dilukiskan dengan patern-patern yang diperindah, umumnya digunakan pada Utami, Swari, Ornamen Tradisional Bali pada Interior Bangunan Gedung Ksirarnawa Volume 4 - Nomor 2 – Juni 2021 170 jurnal arsitektur ZONASI Vol. 4 No. 2, Juni 2021 bidang lebar. Patra Bun-bunan3, dipolakan berulang antara daun dan bunga dirangkai batang jalar. Patra Pidpid 4 melukiskan flora dari jenis daun bertulan tengah dengan daun-daun simetris dan dilukiskan pada bidang sempit. Patra Punggel 5 mengambil bentuk dasar liking paku, yaitu sejenis flora dengan lengkung-lengkung daun muda pohon paku, dipolakan berulang dengan lengkung timbal balik. Selain digunakan utuh, digunakan juga sebagai pelengkap bentuk kekarangan patra dari jenis fauna. Patra Samblung 6 merupakan pohon menjalar dengan daun-daun lebar dipolakan dalam bentuk patern. Dapat berupa ujung-ujung pohon jalar melengkung dengan kelopak daun dan daun-daun dihias lengkung-lengkung harmonis. Patra Pae 7 menggunakan bentuk tumbuh-tumbuhan sejenis kapu-kapu yang dipolakan berulang dalam bentuk memanjang. Patra Ganggong 8 mengambil bentuk tumbuhan ganggang air yang dipolakan dalam bentuk berulang berjajar memanjang. Patra Batun Timun9 memakai biji mentimun yang dipolakan dalam susunan diagonal berulang, dengan sela-sela susunan dihias dengan bentuk patra mas-masan setengah bidang. Patra Sulur 10 melukiskan pohon jalar jenis beruas dengan daun sulur bercabang tersusun berulang, biasanya dalam bentuk tiga jalur batang jalur teranyam berulang. Patra Bun dengan motif 11 menggunakan bentuk dasar yang menyerupai patra wangga, patra punggel, patra sari, patra samblung. Bentuk divariasi dengan motif cerita pewayangan, rakyat dan dunia fauna ataupun gabungan. Gambar 2 Patra Wangga Sumber Suparta, 2010 Beberapa karakter dari pepatraan menurut Uthama Uthama, 2015 yaitu menjalar, realistis, bidang datar/plat, dua dimensi, ornamental/ non struktural, dan mudah dipahami. Pepatraan ini mudah dimengerti, dan berfungsi untuk memperindah serta memperkuat ciri khas bangunan. Ornamen dalam seni arsitektur tradisional Bali ada juga yang bermotif kedok wajah, dimana lazim dipahatkan pada material batu alam, bata merah atau kayu dan ditempatkan pada posisi tertentu Suryada, 2014, antara lain Karang bhoma, Karang Sae, Karang Bentolu, Karang Tapel, Karang manuk dan Karang Hasti. 3. Metode Penelitian Lokasi dari penelitian adalah di Kota Denpasar, yaitu di Taman Budaya Provinsi Bali Art Centre, yang berlokasi pada Jalan Nusa Indah, wilayah Desa Sumerta Kelod, Kecamatan Denpasar Timur. Penelitian akan difokuskan pada salah satu bangunan yang terdapat pada Taman Budaya Provinsi Bali Art Centre, yaitu Gedung Ksirarnawa dengan luas m2. Bangunan ini merupakan salah satu bangunan yang menonjol yang biasanya digunakan untuk pameran dan pertunjukan kesenian kolosal pada ruangan tertutup. Utami, Swari, Ornamen Tradisional Bali pada Interior Bangunan Gedung Ksirarnawa Volume 4 - Nomor 2 – Juni 2021 171 Copyright © 2021, Utami, Swari This work is licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike International License Penelitian ini dilakukan dengan observasi secara langsung pada Bangunan Ksirarnawa untuk memperoleh data-data fisik lapangan seperti data eksisting lapangan dan foto-foto dokumentasi pada saat penelitian berlangsung. Selain itu, pada penelitian ini wawancara dilakukan secara langsung dengan pihak pengelola Taman Budaya Provinsi Bali Art Centre untuk memperoleh data-data nonfisik mengenai sejarah, civitas, kapasitas, serta aktivitas yang berlangsung pada Gedung Ksirarnawa. Pada penelitian ini terdapat 2 macam variable penelitian antara lain Variabel Bebas Independent yaitu berupa Ornamen Arsitektur Bali, dan Variabel Terikat Dependen yaitu berupa bentuk, perletakan, serta detail ornamen-ornamen Arsitektur Bali yang terdapat pada bangunan Gedung Ksirarnawa. Penelitian ini memakai metode deskriptif kualitatif. Penelitian kualitatif bertujuan untuk mengerti peristiwa yang dirasakan oleh subjek penelitian terkait dengan perilaku, persepsi, motivasi, tindakan secara keseluruhan dengan menggunakan narasi dalam bentuk rangkaian kalimat menjadi paragraf. Moleong, 2017. Dengan menggunakan metode ini, peneliti memanfaatkan data-data kualitatif yang telah didapat dari proses pengumpulan data yang kemudian dijabarkan secara deskriptif, yaitu dengan cara mendeskripsikan variabel-variabel yang ada pada penelitian ini. Metode penelitian ini digunakan untuk mengungkapkan jenis ornamen tradisonal Bali yang digunakan pada interior Bangunan Gedung Ksirarnawa, sehingga dapat digunakan sebagai referensi lagi untuk peneliti lain terkait ragam hias. 4. Hasil dan Pembahasan Gedung Ksirarnawa berasal dari Bahasa Sansekerta dengan arti lautan susu, dengan mengambil inspirasi cerita perputaran Gunung Mandhara di Lautan/Ksirarnawa. UPT. Taman Budaya Provinsi Bali, 2016. Cerita Adi Parwa Suteja, 2017, mengisahkan pemutaran Gunung Mandhara di lautan susu yang disebut dengan Ksirsrnawa serta dilakukan oleh para Dewa dan Daitya-Raksasa, mengeluarkan minyak, Arda candra bulan sabit, Dewi Sri, Dewi Laksmi, Kuda Ucchaiswara, Kastubhamani permata, dan Danwantari yang membawa Swetakamandalu berisi Tirtha Kamandalu air suci. Berdasarkan hal ini, sebagian besar ornamen yang ada pada interior bangunan Gedung Ksirarnawa menggunakan ornamen sesuai dengan cerita tersebut. Bangunan Gedung Ksirarnawa ini dirancang oleh arsitektur termuka Bali yakni Ida Bagus Tugur pada tahun 1986. Rancangan bangunan Gedung Ksirarnawa ini sangat bernafaskan Arsitektur Tradisional Bali, hal ini dapat dilihat dari tampilan depan bangunan dengan kori agung berparas bata merah dan diapit naga pada kedua sisi tangga untuk akses masuk ke lantai atas. Gambar 3. Gedung Ksirarnawa Sumber Utami, 2020 Utami, Swari, Ornamen Tradisional Bali pada Interior Bangunan Gedung Ksirarnawa Volume 4 - Nomor 2 – Juni 2021 172 jurnal arsitektur ZONASI Vol. 4 No. 2, Juni 2021 Gambar 4. Tampilan Depan bangunan Gedung Ksirarnawa Sumber Swari, 2020 Pada keempat pintu masuk bangunan Gedung Ksirarnawa ini dilengkapi dengan ornamen Arsitektur Tradisional Bali berbentuk burung Garuda pada bagian atas dan diapit oleh raksasa pada kedua sisinya sebagai penyambutan untuk orang yang akan masuk ke dalam bangunan. Ornamen burung Garuda tersebut diukir dengan sayap yang mengembang lebar dan kedua cakar serta kepala menghadap kedepan. Ornamen ini termasuk dalam kekarangan yang bermotif kedok wajah, hanya saja untuk hal ini berwujud seekor burung Garuda. Pemiliihan bentuk burung Garuda berkaitan dengan cerita dari pemutaran Gunung Mandhara, hal ini sesuai hasil wawancara dengan Ida Bagus yadnya, yaitu Putra dari Ida Bagus Tugur Arsitek Gedung Ksirarnawa sekaligus seorang arsitek yang menyatakan bahwa ayahanda beliau biasanya dalam merancang bangunan, menitikberatkan pada filosofi yang menjadi konsep dasar perancangan bangunan tersebut. Semua ornamen yang dibuat pasti memiliki filosofi dibaliknya. Ornamen raksasa yang diukir berbentuk secara utuh dari kepala hingga kaki, dengan gigi dan taring yang tajam, mata melotot dan ukiran pada pakaian serta perhiasannya. Raksasa ini digambarkan sedang memegang ekor naga pada tangan satu dan tangan yang lainnya mengepal. Patung raksasa ini memiliki filosofis yaitu Detya-Raksasa yang sedang memegang Naga Basuki untuk memutar Gunung Mandhara. Gambar 5. Ornamen Burung Gambar 6. Ornamen Raksasa Sumber Swari, 2020 Sumber Utami, 2020 Pada lantai bawah bangunan Gedung Ksirarnawa terdapat perkantoran pada bagian timur dan tempat pameran seni lukis kelompok pengerajin pada bagian barat. Dibagian tengah terdapat kolam air berbentuk Utami, Swari, Ornamen Tradisional Bali pada Interior Bangunan Gedung Ksirarnawa Volume 4 - Nomor 2 – Juni 2021 173 Copyright © 2021, Utami, Swari This work is licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike International License mandala. Sesaat setelah masuk ke dalam bangunan, akan terlihat ornamen pada dinding yang sekaligus berfungsi sebagai loster tempat udara mengalir. Ornamen ini berbentuk persegi panjang dengan dua corak. Corak bagian atas dan bawah berwarna abu dengan motif memanjang dan corak pada bagian tengah dengan warna bata merah dan berbentuk mandala. Ornamen ini terdapat pada keempat pintu masuk di dinding yang berhubungan dengan sisi luar. Ornamen ini melambangkan Gunung Mandhara yang akan diputar nantinya. Gambar 7. Ornamen pada dinding Sumber Swari, 2020 Pada tiang bangunan terdapat beberapa ornamen, tapi hanya dari bagian tengah sampai atas. Pada bagian tengah terdapat ornamen tumbuhan lengkap dengan bunga dan daun serta sulur yang diukir memanjang secara vertikal dengan diapit kayu pada kedua sisinya, dengan dicat berwarna emas dan dasar berwarna merah. Ornamen ini termasuk Patra Sari apabila dilihat dari bentuk dan coraknya. Dibagian atas tiang juga terdapat ukiran menyerupai bunga teratai dengan posisi terbalik dan menyelubungi semua sisi tiang. Gambar 8. Ornamen pada tiang Sumber Utami, 2021 Dibagian tengah bangunan terdapat kolam berbentuk mandala yang diibaratkan sebagai lautan Ksirarnawa itu sendiri dengan patung Dewi Sri, Dewi Laksmi dan Kuda Ucchaiswara pada bagian tengah kolam diatas air mancur. Patung Dewi-dewi dan kuda memiliki nilai filosofis yaitu hasil dari perputaran Gunung Mandhara. Utami, Swari, Ornamen Tradisional Bali pada Interior Bangunan Gedung Ksirarnawa Volume 4 - Nomor 2 – Juni 2021 174 jurnal arsitektur ZONASI Vol. 4 No. 2, Juni 2021 Gambar 9. Kolam berbentuk mandala Sumber Swari, 2020 Pada bagian plafond diatas kolam terdapat ornamen tanaman yang lengkap dengan bunga, daun dan sulur. Bentuk dari ornamen tersebut sama dengan ornamen pada tiang yang ada, serta warna emas dan dasar berwarna merah. Ornamen ini bisa dikelompokan dalam jenis Patra Sari, tapi untuk ornamen pada bagian tengah dapat dikelompokan menjadi Patra Wangga, karena terdiri dari bunga yang mekar dengan daun-daun lebar divariasi lengkung. Gambar 10. Ornamen Patra Sari pada flapon diatas kolam Sumber Swari, 2020 Ornamen yang ada pada tiang disekitar kolam agak sedkit berbeda dengan tiang lainnya dari segi ukuran, dimana ornamen dibagian ini diukir lebih besar daripada tiang lainnya. Pada bagian atas tiang juga terlihat ornamen yang berbeda, yaitu berbentuk hewan serangga dengan tanaman disisinya. Ornamen pada tiang ini dapat di masukan dalam Patra Wangga yang terlihat dari gambar bunga yang sedang mekar dengan daun-daun lebar divariasi lengkung-lengkung. Pada bagian plafond lantai bawah juga terdapat ornamen berupa tanaman dengan bentuk memanjang dengan daun dan sulur tanpa bunga, untuk bagian ini termasuk Patra Punggel, karena diletakan berulang dan tanpa bunga. Ornamen bunga terdapat dibagian agak bawah yang bersambung dengan bentuk wajik, ornamen ini termasuk gabungan antara Patra Sari dengan Patra Mas-Masan. Gambar 11. Ornamen Patra Wangga Sumber Utami, 202 Gambar 12. Ornamen pada tiang kolam Sumber Utami, 2020 Utami, Swari, Ornamen Tradisional Bali pada Interior Bangunan Gedung Ksirarnawa Volume 4 - Nomor 2 – Juni 2021 175 Copyright © 2021, Utami, Swari This work is licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike International License Dibagian tangga yang menghubungkan ke lantai atas, terdapat railing dengan ornamen berbentuk tanaman. Tanaman ini memiliki bunga lengkap dengan daun dan sulur, dengan ornamen berwarna emas dan dasar berwarna merah. Ornamen ini dapat dimasukan dalam Patra Wangga karena memiliki bunga yang mekar, dengan daun-daun lebar divariasi lengkung. Gambar 15. Tangga Gambar 16. Ornamen Patra Wangga Sumber Swari, 2020 Sumber Utami, 2020 Pada lantai atas bangunan Gedung Ksirarnawa ini menampung 525 orang dalam sekali acara dan dapat dipergunakan untuk tempat pertunjukan, seminar, konferensi serta pertemuan lainnya. Pada bagian ini, selain ruang interior yang dilengkapi dengan dua kamar kecil, juga terdapat empat Bale Bengong disetiap sudut bagian eksterior. Pada bordes tangga menuju ke lantai atas, terdapat berbagai jenis ornamen. Yang pertama terlihat adalah ornamen dengan motif tanaman bersulur dikedua sisinya, dan beberapa kembang yang sedang mekar serta berbentuk memanjang berwarna putih. Ornamen ini terletak pada dinding bagian selatan dibagian bordes dibawah loster. Jika dilihat dari bentuk penyusun ornamennya, ornamen ini termasuk Patra Wangga. Gambar 16. Ornamen di dinding selatan bawah pada bordes. Sumber Swari, 202 Gambar 13. Suasana interior lantai bawah Sumber Swari, 2020 Gambar 14. Detail ornament Patra Sari dan Patra Mas-Masan pada plafond Sumber Swari, 2020 Utami, Swari, Ornamen Tradisional Bali pada Interior Bangunan Gedung Ksirarnawa Volume 4 - Nomor 2 – Juni 2021 176 jurnal arsitektur ZONASI Vol. 4 No. 2, Juni 2021 Pada bagian atas ornamen Patra Wangga tersebut, terdapat ornamen dengan bentuk lingkaran dan mandala yang disusun secara berulang, berfungsi sebagai loster untuk mengalirkan udara dan berwarna putih. Ornamen ini tidak termasuk dalam beberapa jenis ornamen flora menurut Gelebet, tetapi termasuk ornamen yang dibuat dengan keserasian dan keindahan bentuk. Gambar 17. Ornamen di dinding selatan atas pada bordes Sumber Swari, 2020 Pada dinding bagian Timur Bordes, terdapat ornamen dengan bentuk para dewa yang sedang bersiap untuk mencari Tirtha Suci Kamandhalu. Ornamen ini berwarna putih dengan gambar para dewa mendominasi serta latar belakang pepohonan. Para Dewa digambarkan dengan menggunakan perhiasan di seluruh badan, sedangkan dinding bagian barat, yaitu diseberangnya menampilkan ornamen dengan bentuk para Detya-Raksasa yang juga sedang bersiap untuk mencari Tirtha Suci Kamandalu. Ornamen ini juga berwarna putih dengan gambar para Detya-Raksasa pada bagian depan serta pepohonan menjadi latar belakang. Para Detya-raksasa juga digambarkan lengkap dengan pakaian dan perhiasan. Kedua ornamen ini merupakan bagian dari cerita dalam Adi Parwa, yaitu pemutaran Gunung Mandhara. Filosofi dari ornamen ini adalah kesiapan para Dewa dan Detya-Raksasa untuk mencari Tirtha Suci Kamandalu. Pada railing tangga di bagian bordes juga terdapat ornamen dengan bentuk segi empat Panjang menyerupai tanaman dilengkapi bunga dan daun berwarna emas dan dasar berwarna merah. Ornamen ini terletak dikedua sisi tangga bagian bordes. Ornamen ini dapat dikategorikan sebagai patra Semblung karena terdapat gambar flora dengan daun dibawahnya. Gambar 18. Ornamen para Dewa di dinding timur bordes Sumber Swari, 2020 Gambar 19. Ornamen para Detya-Raksasa di dinding barat bordes Sumber Utami, 2020 Utami, Swari, Ornamen Tradisional Bali pada Interior Bangunan Gedung Ksirarnawa Volume 4 - Nomor 2 – Juni 2021 177 Copyright © 2021, Utami, Swari This work is licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike International License Ornamen pada railing lantai atas menyerupai tanaman dengan bunga dan daun serta sulur yang digambarkan memajang dengan bentuk segi empat. Ornamen ini berwarna emas dengan dasar berwarna merah. Ornamen ini dapat dikelompokan dengan ornamen Patra Wangga jika dilihat dari bentuk bunga dan daunnya. Setelah sampai pada lantai atas akan terlihat ornamen berupa gambar para dewa dan raksasa yang sedang bekerja sama dalam mencari Tirtha Suci Kamandhalu dengan masing-masing menarik ekor dan badan naga Basuki untuk memutar Gunung Mandhara. Ornamen ini terletak pada sisi utara dan selatan dari lantai atas sebelum masuk kedalam ruang pertunjukan dan memiliki warna putih. Ornamen ini memiliki nilai filosofis yaitu bekerja sama antara para Dewa dan Detya-Raksasa untuk mendapatkan Tirta Suci Kamandalu. Pada bagian bawah ornamen tadi terdapat juga ornamen berupa tanaman lengkap dengan bunga dan daun serta sulur yang berbentuk memanjang dan berwarna putih. Ornamen ini termasuk dalam ornament Patra Sari. Gambar 20. Ornamen pada railing tangga di bordes Sumber Utami, 2020 Gambar 21. Ornamen pada railing tangga di lantai atas Sumber Utami, 2020 Gambar 22. Ornamen pada dinding lantai atas Sumber Utami, 2020 Gambar 23. Ornamen pada dinding berupa Patra Sari Sumber Utami, 2020 Utami, Swari, Ornamen Tradisional Bali pada Interior Bangunan Gedung Ksirarnawa Volume 4 - Nomor 2 – Juni 2021 178 jurnal arsitektur ZONASI Vol. 4 No. 2, Juni 2021 Pada ruangan tempat pertunjukan atau seminar, terdapat beberapa ornamen Arsitektur Tradisional Bali, baik yang memiliki filosofi cerita Pemutaran Gunung Mandhara ataupun sesuai dengan pakem Tardisional Bali yang telah ada. Pada bagian belakang panggung pertunjukan terdapat ornamen berupa para Dewa dan Detya-Raksasa yang sedang bekerjasama dalam memutar Gunung Mandhara, ornamen ini dibuat dengan media kayu yang ditempel didinding bagian belakang panggung, serta di dinding aling-aling tempat pintu keluar masuk kori seniman yang akan melakukan pertunjukan. Pada bagian kori panggung pertunjukan, terdapat ornamen dengan bentuk dua naga berwarna emas, yang merupakan perwujudan dari Naga Basuki dan Anantabhoga. Kedua naga ini masing-masing memiliki peran dalam pemutaran Gunung Mandhara, yaitu pematahan Gunung Mandhara dari dasarnya oleh Naga Anantabhoga dan Naga Basuki yang membelit patahan Gunung Mandhara sebelum ditarik oleh para Dewa dibagian ekor dan Detya-Raksasa pada bagian kepala Suteja, 2017. Kori ini berjumlah 3 buah, dengan masing-masing kori memiliki ornamen dua ekor naga. Pada bagian plafond ruang pertunjukan terdapat ornamen berbentuk wajik dengan flora didalamnya. Ornamen ini berwarna emas dengan dasar berwrna coklat dan merah, serta terletak di sepanjang list plank plafond. Ornamen ini termasuk Patra Mas-masan dengan bentuk yang lebih sederhana. Gambar 24. Ornamen pada dinding belakang dan aling-aling panggung pertunjukan Sumber Utami, 2020 Gambar 25. Ornamen pada kori panggung Sumber Utami, 2020 Gambar 26. Ornamen Patra Mas-masan pada plafond Sumber Utami, 2020 Utami, Swari, Ornamen Tradisional Bali pada Interior Bangunan Gedung Ksirarnawa Volume 4 - Nomor 2 – Juni 2021 179 Copyright © 2021, Utami, Swari This work is licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike International License Pada dinding samping dan depan ruang pertunjukan terdapat beberapa ornamen dengan bentuk bunga mekar dengan daun-daun lebar yang divariasi dengan lengkung-lengkung. Ornamen ini berwarna emas dengan dasar berwarna merah. Ornamen ini termasuk pada bentuk Patra Wangga. 5. KESIMPULAN Pada interior bangunan Gedung Ksirarnawa ini terdapat dua jenis ornamen, satu adalah ornamen yang dibuat dengan nilai filosofis dari mitologi yang diyakini kebenaran dibaliknya yaitu sesuai cerita pemutaran Gunung Mandhara, dan yang kedua adalah ornamen yang dibentuk untuk memperindah interior bangunan dan berciri khas Tradisonal Bali. Namun ornamen yang paling menonjol pada interior bangunan ini adalah ornamen dengan nilai filosofis dan mitologi cerita pemutaran Gunung Mandhara. Ornamen yang dibuat dengan filosofi dibaliknya adalah kekarangan berbentuk garuda, mandala yang berbentuk gunung, kolam, kori naga dan cerita para Dewa dan Detya-Raksasa yang sedang memutar Gunung Mandhara. Ornamen yang berciri khas Tradisonal Bali adalah adanya Patra Wangga, Patra Sari, Patra Punggel dan Patra Mas-masan pada beberapa tempat di interior bangunan Gedung Ksirarnawa Perpaduan antara beberapa ornamen ini dapat mempertahankan ornamen Tradisional Bali sekaligus mengetahui cerita tentang perputaran Gunung Mandhara yang merupakan bagian dari Adi Parwa. 6. Referensi Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 5 Tahun 2005 tentang Persyaratan Arsitektur Bangunan Gedung, 1 2005. Bali, U. T. B. 2016. Taman Budaya Bali 1–74. Gelebet, I Nyoman, I Wayan Megananda, I Made Y Negara, I. M. S. 1986. Arsitektur Tradisional Daerah Bali. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Bali. Iswati. 2016. Kajian Estetik dan Makna Simbolik Ornamen di Kompleks Makam Sunan Sendang Desa Sendangduwur Paciran Lamongan. Universitas Negeri Semarang. Maharlika, F. 2018. STUDI MULTIKULTURAL PADA ORNAMEN BALI PEPATRAAN PATRA CINA. 21, 67–77. Moleong, L. J. 2017. Metodologi Penelitian Kualitatif Edisi Revisi 37i ed.. PT. Remaja Rosdakarya. Paramadhyaksa, I. N. W. 2009. Info – Teknik Arsitektur Tradisional Bali. 101, 1–9. Sunaryo, Aryo. 2009. Ornamen Nusantara. Semarang Dahara Press. - Penelusuran Google. Retrieved July 14, 2020, from Nusantara.+Semarang%3A+Dahara+Press.&oq=Sunaryo%2C+Aryo.+2009.+Ornamen+Nusantara.+Semarang%3A+Dahara+Press.&aqs=chrome.. Gambar 27. Ornamen Patra Wangga pada dinding Sumber Utami, 2020 Utami, Swari, Ornamen Tradisional Bali pada Interior Bangunan Gedung Ksirarnawa Volume 4 - Nomor 2 – Juni 2021 180 jurnal arsitektur ZONASI Vol. 4 No. 2, Juni 2021 Suparta, I. M. 2010. JENIS HIASAN TATAHAN BADE. Fakultas Seni Rupa Dan Desain ISI Denpasar, 81. Suryada, I. G. A. B. 2014. Ornamen-ornamen Bermotif Kedok Wajah dalam Seni Arsitektur Tradisional Bali. Jurnal Sulapa, 1–11. Suteja, I. W. 2017. Pengembangan Pengetahuan Sastra dan Budaya Sebagai Upaya Meningkatkan Pengetahuan Dan Apresiasi Terhadap Keragaman Budaya Bangsa. In I. K. Sudewa Ed., Seminar Nasional Sastra dan Budaya II pp. 306–318. Fakultas Ilmu Budaya Universitas Udayana. Swari, L. G. N. 2020. Dokumentasi Ksirsrnawa. Utami, N. W. A. 2020. Dokumentasi Ksirarnawa. Uthama, I. B. P. A. 2015. patra dalam ragam pp. 44–47. Orti Media Informasi Ikatan Arsitek Indonesia Bali. ... Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengkaji ornamen yang ada mulai dari bentuk, fungsi dan makna yang terkandung pada fasad bangunan. Penelitian ini juga bertujuan untuk menambah literatur lainnya terkait keberadaan ornamen pada bagian luar bangunan, karena penelitian yang sudah banyak ditulis lebih banyak membahas tentang ornamen pada interior bangunan, seperti Ornamen Tradisional Bali pada Interior Bangunan Gedung Ksirarnawa Taman Budaya Bali Utami, 2021, Kajian ikonografis ornamen pada interior klenteng Sanggar Agung Surabaya Sari, 2008, Dari pluralitas ke singularitas Historiografi perkembangan interior arsitektur Bali dari era Bali kuno sampai awal abad ke-20 Noorwatha, 2020. Selain itu bertujuan untuk menginventarisasi ornamen apa saja yang ada di Vihara Satya Dharma sebagai salah satu bangunan yang menunjukkan nilai akulturasi agama yang ada di Bali. ...Vihara Satya Dharma, one of Tridharma Buddhism, Taoism, and Confucianism worshipping places is located in the Benoa Harbor, Badung-Bali. The uniqueness of this vihara can be seen clearly in the acculturation between Balinese traditional architecture and the characteristic ornaments of classical Chinese culture. This study aims to identify the symbol and the culture contained in the facade of Vihara Satya Dharma. The research method used is a qualitative descriptive method with an iconographic approach, after the data collected through literature studies, an iconographic approach is used to identify the ornaments on the facade of the Vihara starting from form, function and meaning. The application of oriental elements in the facade of Vihara Satya Dharma is understood as a very philosophical ornament and has a composition of function, form and meaning in its design. Based on the observations and analysis carried out on each element on the facade it is shown that the application of these architectural elements can be read empirically, each of these elements contains meaning as a form of communication. The ornament is believed to be an effort to form a connectivity between aesthetic and philosophical values of communication between humans and their God. Vihara Satya Dharma merupakan salah satu tempat ibadah Tridharma yang terletak di wilayah Pelabuhan Benoa, Bali. Tempat ini merupakan tempat peribadatan bagi tiga agama Tri dharma, yaitu Buddha, Taoisme, dan Konghucu. Akulturasi dengan agama Hindu Bali terlihat jelas pada vihara ini, dengan keunikan arsitekturnya memiliki ciri khas ornamen-ornamen yang masih kental dengan budaya Cina klasik. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi secara simbolik dan budaya yang terkandung pada fasad Vihara Satya Dharma. Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif kualitatif dengan pendekatan ikonografi, yaitu pengumpulan data melalui studi literatur selanjutnya dilakukan pendekatan ikonografis ornamen pada fasad Vihara dikaji mulai dari bentuk, fungsi serta makna. Penerapan elemen oriental pada fasad Vihara Satya Dharma dipahami sebagai ornamen yang sangat filosofis dan memiliki komposisi fungsi, bentuk dan makna pada perancangannya. Sehingga berdasarkan pengamatan dan analisa yang dilakukan pada setiap elemen yang berada pada bagian fasad vihara memberikan sebuah jawaban bahwa penerapan elemen-elemen arsitektur tersebut dapat dibaca secara empiris. Hal ini dikarenakan masing-masing elemen itu mengandung makna sebagai bentuk komunikasi bagi pengamat yang datang. Penerapan dari elemen yang terdapat pada fasad Vihara Satya Dharma merupakan sebuah upaya membentuk satu konektivitas antara nilai estetik dan nilai filosofi komunikasi manusia dan Agung I Gusti Agung Bagus SuryadaPENDAHULUAN Latar Belakang Arsitektur tradisional Bali dikenal sebagai salah satu wujud arsitektur nusantara yang banyak memuat berbagai bentuk ragam hias berupa ornamen-ornamen dan elemen-elemen dekoratif pada perwujudan bangunannya. Bentuk-bentuk ornamen maupun elemen dekoratif berlanggam Bali ini lazimnya mengambil motif-motif yang diilhami dari bentuk hewan, tumbuh-tumbuhan, dan elemen-elemen yang terdapat di alam. Hewan-hewan yang umumnya dijadikan sebagai motif ragam hias antara lain gajah, burung gagak, angsa, elang, naga, dan kijang. Adapun jenis-jenis tumbuhan yang banyak menjadi ilham motif ragam hias, antara lain adalah tanaman teratai, tumbuh-tumbuhan menjalar berbunga, dan sosok imajinatif pohon kehidupan. Bentuk lain yang banyak digunakan sebagai motif ragam hias adalah berupa elemen-elemen alam, semacam awan, air, matahari, bulan, api, dan bebatuan. Di antara bentuk-bentuk ragam hias yang dikenal dalam seni arsitektur tradisional Bali, terdapat dua jenis ragam hias terpopular yang memiliki berbagai bentuk varian. Kedua jenis ragam hias tersebut dikenal dalam istilah lokalnya sebagai kekarangan dan pepatran. Kekarangan dapat didefinisikan sebagai bentuk ragam hias tradisional Bali yang mengambil satu bagian dari tubuh makhluk hidup dan dikembangkan menjadi sebentuk ragam hias. Contoh ragam hias kekarangan yang dikenal dalam seni arsitektur tradisional Bali, adalah karang hasti ornamen bermotif kepala seekor gajah, karang manuk ornamen bermotif kepala seekor burung, dan karang simbar ornamen bermotif kelopak. Ragam hias pepatran pada umumnya mengambil bentuk tanaman menjalar yang lengkap dengan bentuk daun, tangkai, kuncup, dan bunganya yang sedang mekar sempurna. Perwujudan pepatran juga memiliki karakter khusus, yaitu bentuknya yang memanjang dan mengisi bidang-bidang persegi panjang pada bangunan-bangunan berlanggam Bali. Beberapa contoh ornamen pepatran populer dalam seni arsitektur tradisional Bali adalah patra samblung, patra punggel, patra cina, dan patra olanda. Dalam seni arsitektur tradisional Bali dikenal pula adanya bentuk-bentuk ornamen kekarangan yang mengambil motif berupa kedok-kedok wajah dari berbagai makhluk. Ornamen-ornamen kekarangan yang dimaksud dalam istilah lokal Balinya disebut dengan karang hasti ornamen kedok wajah ABSTRACT Traditional Balinese architecture is highly identical with the existence of various ornaments and decorative elements in almost all of its parts. The ornaments and decorative elements in the Balinese traditional architecture are usually adopted from animals, plants and natural elements. Among numerous popular motives, the motive of "kedok wajah" mask is popular enough and has many variants. It can be found carved in various parts of the Balinese traditional building. This article discusses the variants of forms and meanings of the ornaments with "kedok wajah", which is well-known in the Balinese traditional building, as the Punggel dan Patra Mas-masan pada beberapa tempat di interior bangunan Gedung Ksirarnawa Perpaduan antara beberapa ornamen ini dapat mempertahankan ornamen Tradisional Bali sekaligus mengetahui cerita tentang perputaran Gunung Mandhara yang merupakan bagian dari Adi ParwaPatra Ornamen Yang Berciri Khas Tradisonal Bali Adalah Adanya Patra WanggaSariOrnamen yang berciri khas Tradisonal Bali adalah adanya Patra Wangga, Patra Sari, Patra Punggel dan Patra Mas-masan pada beberapa tempat di interior bangunan Gedung Ksirarnawa Perpaduan antara beberapa ornamen ini dapat mempertahankan ornamen Tradisional Bali sekaligus mengetahui cerita tentang perputaran Gunung Mandhara yang merupakan bagian dari Adi Estetik dan Makna Simbolik Ornamen di Kompleks Makam Sunan Sendang Desa Sendangduwur Paciran LamonganIswatiIswati. 2016. Kajian Estetik dan Makna Simbolik Ornamen di Kompleks Makam Sunan Sendang Desa Sendangduwur Paciran Lamongan. Universitas Negeri -Teknik Arsitektur Tradisional BaliL J MoleongMoleong, L. J. 2017. Metodologi Penelitian Kualitatif Edisi Revisi 37i ed.. PT. Remaja Rosdakarya. Paramadhyaksa, I. N. W. 2009. Info -Teknik Arsitektur Tradisional Bali. 101, Pengetahuan Sastra dan Budaya Sebagai Upaya Meningkatkan Pengetahuan Dan Apresiasi Terhadap Keragaman Budaya BangsaI W SutejaSuteja, I. W. 2017. Pengembangan Pengetahuan Sastra dan Budaya Sebagai Upaya Meningkatkan Pengetahuan Dan Apresiasi Terhadap Keragaman Budaya Bangsa. In I. K. Sudewa Ed., Seminar Nasional Sastra dan Budaya II pp. 306-318. Fakultas Ilmu Budaya Universitas Udayana.
orti bali tentang budaya bali